Agan2 di sini ada yang tahu kan kalau tanggal 7 April lalu adalah hari kesehatan sedunia? Tanggal itu dipilih karena sebagai hari berdirinya organisasi kesehatan dunia (WHO).
Masih dalam suasana peringatan hari kesehatan dunia, kali ini hukumonline.com mau mengungkapkan 10 masalah yang berkaitan dengan isu pasien, kesehatan dan hukum. Mudah2an bermanfaat dan bisa bikin agan melek hukum ya..
Cekidot gan:
1. Jual beli organ manusia
Agan mungkin ingat kejadian ada seorang ayah yang mau menjual ginjal demi mendapatkan uang untuk menebus ijazah sekolah anaknya. Sang ayah sampai menjajakan diri di bundaran HI Jakarta sambil memegang kertas bertuliskan penawaran penjualan ginjalnya itu.
Sebenarnya bagaimana hukum jual beli organ tubuh itu di Indonesia?
Di Indonesia, jual beli organ tubuh manusia tersebut dilarang oleh hukum. Pasal 64 ayat (3) UU Kesehatan melarang jual beli organ tubuh manusia itu dengan alasan apa pun. Ancaman hukuman bagi pelakunya adalah penjara maksimal 10 tahun dan denda paling banyak Rp1 miliar.
Sumber:
Jual beli organ tubuh manusia menurut hukum Indonesia
2. ‘Penyanderaan’ pasien miskin
Agan pernah denger kalimat sindiran yang berbunyi “Di Indonesia, orang miskin dilarang sakit.”
Kalimat sindiran itu seakan cukup tepat menggambarkan kondisi masyarakat miskin yang sedang sakit. Bagaiimana tidak. Agan pasti hampir tiap hari lihat ada berita tentang orang miskin yang ditolak oleh rumah sakit karena tidak punya uang, atau orang miskinnya yang terpaksa terkapar di rumah karena tidak punya biaya untuk berobat.
Kalaupun orang miskin itu sudah masuk rumah sakit, ada juga yang dilarang pulang sebelum melunasi pembayaran.
Pertanyaan yang muncul adalah, apakah tindakan rumah sakit yang menahan kepulangan pasien miskin tersebut adalah tindak pidana perampasan kemerdekaan?
Kalau merujuk salah satu artikel dari hukumonline.com, tindakan rumah sakit itu nggak bisa dikategorikan sebagai tindak pidana perampasan kemerdekaan gan. Karena walaupun dilarang pulang, pasien tersebut tetap dirawat pihak rumah sakit.
Terlepas dari itu, berdasarkan UU Rumah Sakit, seharusnya rumah sakit juga punya fungsi sosial dengan tetap memberi pelayanan kesehatan kepada pasien yang miskin. Rumah sakit yang melalaikan kewajibannya itu bisa dikenai sanksi sampai pencabutan izin.
Lebih lengkapnya baca di sini aja gan.
3. Rumah Sakit Menolak Tindakan Medis Bisa Kena Sanksi
UU Kesehatan sebenarnya sudah menyatakan bahwa Fasilitas pelayanan kesehatan, baik pemerintah maupun swasta dilarang menolak pasien dan/atau meminta uang muka. (Pasal 32 UU Kesehatan). Dengan kata lain, rumah sakit sebagai salah satu fasilitas pelayanan kesehatan dilarang menolak pasien yang dalam keadaan darurat serta wajib memberikan pelayanan untuk menyelamatkan nyawa pasien.
Fasilitas pelayanan kesehatan seperti rumah sakit wajib memberikan pelayanan kesehatan dalam bentuk tindakan medis tanpa memandang ada atau tidaknya keluarga pasien yang mendampingi saat itu.
Kalau rumah sakit tetap ngotot menolak memberikan layanan, pimpinannya bisa dipidana dengan pidana penjara paling lama 2 (dua) tahun dan denda Rp 200 juta loh gan (Pasal 190 UU Kesehatan). Kalau menyebabkan kematian, malah bisa lebih berat, hingga 10 tahun dan denda Rp 1 miliar gan!
4. Perlindungan Untuk Pengobatan Tradisional
Pasti udah gak aneh lagi kalau agan pernah mencoba pengobatan tradisional ketika mengalami sakit atau kecelakaan. Tapi sebenarnya ada perlindungannya gak sih?
UU Kesehatan sebenarnya mengakui kok adanya pengobatan tradisional, yaitu pengobatan dan/atau perawatan dengan cara dan obat yang mengacu pada pengalaman dan keterampilan turun temurun secara empiris yang dapat dipertanggungjawabkan dan diterapkan sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat (Pasal 1 angka 16 UU Kesehatan), dan tentunya harus mengikuti standar tertentu.
Nah, hubungan antara pasien dengan pengobatan tradisional itu sendiri adalah hubungan antara konsumen dan penyedia jasa. Sehingga, pasien dalam pengobatan tradisional dilindungi dengan UU Perlindungan Konsumen.
Seandainya agan-aganwati merasa dirugikan oleh pengobatan tradisional, UU Kesehatan dan UU Perlindungan Konsumen menjamin hak agan-aganwati untuk meminta ganti rugi kok.
Pasal 58 UU Kesehatan:
“Setiap orang berhak menuntut ganti rugi terhadap seseorang, tenaga kesehatan, dan/atau penyelenggara kesehatan yang menimbulkan kerugian akibat kesalahan atau kelalaian dalam pelayanan kesehatan yang diterimanya”
5. Kewenangan Tukang Gigi
Eksistensi tukang gigi di dalam peraturan perundang-undangan, berdasarkan penelusuran kami, salah satunya terdapat dalam Pasal 73 dan Pasal 78 http://www.hukumonline.com/pusatdata...tik-kedokteranyang sudah ‘direvisi’ lewat putusan Mahkamah Konstitusi. Lebih lanjut silakan baca artikel MK: Tukang Gigi Harus Dibina, Bukan Dihapus.
Aturan lain mengenai tukang gigi juga dapat kita temukan di dalam Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 39 Tahun 2014 tentang Pembinaan, Pengawasan Dan Perizinan, Pekerjaan Tukang Gigi (“Permenkes 39/2014”). Menurut Pasal 1 angka 1 Permenkes 39/2014, yang dimaksud dengan tukang gigi adalah setiap orang yang mempunyai kemampuan membuat dan memasang gigi tiruan lepasan.
AIDS adalah singkatan dari acquired immunodeficiency syndromedan menggambarkan berbagai gejala dan infeksi yang terkait dengan menurunnya sistem kekebalan tubuh. Infeksi HIV ini diyakini sebagai penyebab AIDS. HIV yang menjadi penyebab AIDS ini dapat ditularkan melalui seks penetratif (vaginal atau anal) dan oral seks; transfusi darah; pemakaian jarum suntik terkontaminasi secara bergantian dalam lingkungan perawatan kesehatan, dan melalui suntikan narkoba; dan melalui ibu ke anak, selama masa kehamilan, persalinan, dan menyusui.
Sehingga, pada dasarnya, virus HIV tidak mudah menular kecuali melalui beberapa penyebab yang kami sebutkan di atas. Namun, memang masih banyak mitos-mitos yang salah di masyarakat terhadap penyebaran virus HIV ini.
Pada dasarnya jika ada rumah sakit yang melakukan penolakan untuk menangani pasien ODHA, maka tindakan rumah sakit itu melanggar hukum. Dalam Pasal 29 ayat (1) huruf b Undang-Undang No. 44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit (“UURS”) disebutkan bahwa setiap Rumah Sakit mempunyai kewajiban antara lain untuk memberi pelayanan kesehatan yang aman, bermutu, antidiskriminasi, dan efektif dengan mengutamakan kepentingan pasien sesuai dengan standar pelayanan Rumah Sakit. Jika rumah sakit melanggar kewajiban tersebut, maka berdasarkan Pasal 29 ayat [2] UURS, rumah sakit yang bersangkutan akan dikenakan sanksi administratif berupa:
a. teguran;
b. teguran tertulis; atau
c. denda dan pencabutan izin Rumah Sakit.
7. Legalitas Aborsi dan Hak Korban Pemerkosaan
Pada dasarnya Gan, UU Kesehatan melarang setiap orang melakukan aborsi.Tapi, larangan itu dikecualikan berdasarkan salah satunya bagi kehamilan akibat perkosaan yang dapat menyebabkan trauma psikologis bagi korban perkosaan.
Itupun gak sembarangan, ada syarat usia kehamilan sesuai dengan kejadian perkosaan, yang dinyatakan oleh surat keterangan dokter dan ada keterangan penyidik, psikolog, dan/atau ahli lain mengenai adanya dugaan perkosaan sebagaimana disebut dalam Peraturan Pemerintah Nomor 61 Tahun 2014 tentang Kesehatan Reproduksi
Ada sejumlah hak bagi wanita korban perkosaan, yaitu hak untuk mendapatkan kejelasan apakah tindakan aborsi dapat atau tidak dapat dilakukan, hak untuk mendapatkan kejelasan tahapan tindakan aborsi dan kemungkinan efek samping atau komplikasinya, dan sebagainya.
8. Hak Pasien dan Keluarganya Atas Rekam Medis
Agan pasti pernah denger rekam medis kan? Setiap dokter atau dokter gigi dalam menjalankan praktik kedokteran itu wajib membuat rekam medis yang berisikan catatan dan dokumen tentang identitas pasien, pemeriksaan, pengobatan, tindakan, dan pelayanan lain yang telah diberikan kepada pasien.
Prinsipnya, isi rekam medis merupakan milik pasien, harus disimpan dan dijaga kerahasiaannya oleh dokter atau dokter gigi dan pimpinan sarana pelayanan kesehatan. Gak cuma itu, yang berhak mendapatkan ringkasan rekam medis adalah:
b. Keluarga pasien
c. Orang yang diberi kuasa oleh pasien atau keluarga pasien
d. Orang yang mendapat persetujuan tertulis dari pasien atau keluarga pasien
Trus, kalo pihak rumah sakit menolak memberikan rekam medis, langkah apa yang bisa dilakukan oleh pasien atau keluarganya?
9. Larangan jual beli darah
Sebelum kepikiran darah itu bisa mendatangkan untung dengan cara dijual beli, Agan mungkin tertarik mengetahui ini terlebih dulu.
Dalam Undang-Undang Nomor 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan disebutkan bahwa pada dasarnya pelayanan darah merupakan upaya pelayanan kesehatan yang memanfaatkan darah manusia sebagai bahan dasar dengan tujuan kemanusiaan dan tidak untuk tujuan komersial (Pasal 86 ayat (1)).
Darah diperoleh dari pendonor darah sukarela yang sehat dan memenuhi kriteria seleksi pendonor dengan mengutamakan kesehatan pendonor. Secara tegas undang-undang juga menyebutkan larangan untuk memperjualbelikan tanah.
Pasal 90 ayat (3) UU Kesehatan berbunyi, “Darah dilarang diperjualbelikan dengan dalih apapun.”
Nah, udah jelas kan jual beli darah itu dilarang? Jadi hati-hati buat Agan yang nyoba-nyoba ngelakuin ini. Ada ancaman pidana yang bisa dikenakan kepada Agan loh.
10. Hukum Malpraktik di Indonesia
Mendengar kata malpraktik yang terlintas di pikiran sebagian besar Agan pasti mengenai tindak laku dokter yang salah atau tidak wajar sehingga menyebabkan kerugian pada pasiennya, ya?
Mengacu pada pengertian malpraktik yang terdapat dalam Black’s Law Dictionary, yang pada intinya malpraktik merupakan kegagalan untuk memberikan pelayanan profesional dan melakukan pada ukuran tingkat keterampilan dan kepandaian yang wajar di dalam masyarakatnya oleh teman sejawat rata-rata dari profesi itu, sehingga mengakibatkan luka, kehilangan atau kerugian pada penerima pelayanan tersebut yang cenderung menaruh kepercayaan terhadap mereka itu, maka malpraktik dapat dilakukan oleh profesi apapun.
Atas segala ketentuan terkait pedoman profesi-profesi di atas (baik yang ada dalam peraturan perundang-undangan maupun kode etik), terdapat pihak yang akan melakukan pengawasan dan menjatuhkan sanksi atas pelanggaran ketentuan profesi-profesi tersebut. Biasanya terdapat organisasi profesi atau badan khusus yang dibentuk untuk mengawasi profesi tersebut. (Selengkapnya bisa agan baca di Hukum Malpraktik di Indonesia)
Nah untuk Agan yang pengen tahu langkah hukum apa saja yang bisa ditempuh korban malpraktik oleh dokter